jam

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Senin, 14 Januari 2013

TINJAUAN FILOSOFIS TENTANG FITRAH MANUSIA

TINJAUAN FILOSOFIS TENTANG FITRAH MANUSIA

BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Manusia adalah makhluk terbaik yang diciptakan Allah di alam ini. Struktur manusia terdiri atas unsur jasmaniah (fisiologis) dan rohaniah (psikologis). Dalam struktur jasmaniah dan rohaniah itu, Allah memberikan seperangkat kemampuan dasar yang memiliki kecenderungan berkembang. Dalam pandangan Islam kemampuan dasar atau pembawaan itu disebut fitrah. Kata ini mengandung sejumlah pengertian ditinjau dari berbagai sudut pandang oleh para pemikir muslim. Sebagian mereka mengartikan fitrah sebagai potensi beragama yang dibawa manusia semenjak di dalam rahim ketika mengikat perjanjian dengan Tuhan, sebagian lainnya mengartikan sebagai kemampuan-kemampuan jasmaniah dan rohaniah. Walaupun  demikian perbedaan tersebut menuju kepada satu tujuan yaitu menciptakan seorang muslim yang mampu mengemban tugas dan fungsinya sebagai ‘abd maupun sebagai khalifah di muka bumi. Selanjutnya makalah ini mencoba menguraikan pokok-pokok penting berkenaan dengan fitrah manusia.
B.       Rumusan Masalah
1.      Apakah pengertian atau hakikat dari fitrah manusia?
2.      Bagaimanakah konsep dari aliran pendidikan islam dalam perspektif fitrah (fatalis, netral, positif, dualis)?
3.      Bagaimanakah implikasi pengembangan fitrah manusia?
BAB II
PEMBAHASAN
A.      Hakikat Fitrah Manusia
Dalam dimensi pendidikan, keutamaan dan keunggulan manusia dibanding dengan makhluk Allah lainnya  terangkum dalam kata fitrah. Secara bahasa, kata fitrah berasal dari kata fathara ( فطر ) yang berarti menjadikan. Kata tersebut berasal dari akar kata al-fathr ( الفطر ) yang berarti belahan atau pecahan. Selanjutnya bila makna kata fitrah dikaitkan pada manusia dapat dipahami dengan merujuk firman Allah surat al-Ruum ayat 30 sebagai berikut:
"Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui".
Secara umum, para pemikir muslim cenderung memaknainya sebagai potensi manusia untuk beragama (tauhid ila Allah). Fitrah diartikan sebagai kemampuan dasar untuk berkembang dalam pola dasar keislaman (fitrah islamiah) karena faktor kelemahan diri manusia sebagai ciptaan tuhan yang berkecenderungan asli untuk berserah diri kepada kekuatan-Nya.[1] Di pihak lain, ada juga yang memaknai fitrah sebagai iman bawaan yang telah diberikan Allah sejak manusia dalam alam rahim. Pendapat ini merujuk pada QS. al-A’raf, 7: 172 di bawah ini:
“Dan ingatlah ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka seraya berfirman bukankah Aku ini Tuhanmu? Mereka menjawab: betul engkau Tuhan kami, kamu menjadi saksi. Kami melakukan yang demikian itu agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap hal ini (Keesaan Tuhan)”.
Secara lebih komprehensif, Muhammad bin Asyur, seperti dikutip Quraish Shihab mendefinisikan fitrah sebagai berikut: “Fitrah (makhluk) adalah bentuk lain dari sistem yang diwujudkan Allah pada setiap makhluk. Sedangkan fitrah yang berkaitan dengan manusia adalah apa yang diciptakan Allah pada manusia yang berkaitan dengan kemampuan jasmani dan akalnya”.[2]
Dalam batasan ini terlihat term fitrah diartikan sebagai potensi jasmaniah dan akal yang diberikan Allah kepada manusia. Dengan potensi tersebut, manusia mampu melaksanakan “amanat” yang dibebankan oleh Allah kepadanya.
Berdasarkan uraian di atas dapat dipahami bahwa fitrah merupakan semua bentuk potensi yang telah dianugerahkan oleh Allah kepada manusia semenjak proses penciptaannya di alam rahim guna kelangsungan hidupnya di atas dunia serta menjalankan tugas dan fungsinya sebagai makhluk terbaik yang diciptakan oleh Allah SWT.
Dari definisi para ahli tentang fitrah manusia, secara eksplisit pada hakekatnya saling melengkapi antara satu batasan dengan batasan yang lainnya. Pengertian yang lebih luas dari fitrah, yaitu pada pengertian potensi dasar yang dimiliki oleh setiap manusia. Namun demikian, potensi tersebut hanya merupakan embrio yang masih bersifat pasif dari semua kemampuan manusia. Ia memerlukan penempaan lebih lanjut dari lingkungannya baik insani maupun non insani sehingga ia mampu berkembang. Artinya, untuk mengaktifkan dan mengaktualkan potensi tersebut, manusia memerlukan bantuan orang lain dan hidayah Tuhannya. Tanpa adanya bantuan untuk mengaktifkan potensi itu, manusia tidak akan dapat menjalankan dan melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai wakil Allah SWT di muka bumi.
Rujukan di atas memberikan pengertian, bahwa lingkungan sebagai faktor eksternal, ikut mempengaruhi dinamika dan arah pertumbuhan fitrah seorang anak. Semakin baik pembinaan fitrah yang dimiliki manusia, maka akan semakin baiklah kepribadiannya. Demikian pula sebaliknya, bila pembinaan fitrah yang dimiliki tidak pada fitrah-Nya, maka manusia akan tergelincir dari tujuan hidupnya.
B.       Konsep Aliran Pendidikan Islam dalam Perspektif Fitrah
Pehahaman terhadap konsep fitrah dapat dibedakan menjadi empat aliran, yaitu aliran fatalis-pasif, netral-pasif, positif-aktif dan dualis-aktif.  
1.      Fatalis-pasif
Pandangan pertama yaitu fatalis pasif dengan tokoh Ibn Mubarok, Syekh Abdul Qadir Jailani dan Al-Azhari. Mereka mempercayai bahwa setiap individu, melalui ketetapan Allah adalah baik atau jahat secara asal, baik terjadi secara semuanya atau sebagian sesuai rencana Tuhan.[3] Setiap individu telah terikat dengan ketetapan Allah, sehingga faktor-faktor eksternal seperti pendidikan dan lingkungan tidak memiliki pengaruh terhadap penentuan nasib dan pembentukan kepribadian. Karena segala yang dimiliki oleh manusia telah ditentukan terlebih dahulu oleh Allah sebelum manusia itu lahir ke dunia. Lingkungan dan pendidikan tidak memiliki pengaruh  apapun terhadap pembentukan kepribadian manusia. Adanya pendidikan atau tidak sama sekali tidak ada pengaruhnya tehadap baik-buruknya manusia. Manusia menjadi pintar atau bodoh, iman atau kufur adalah berdasarkan takdir Allah. Seorang individu terikat oleh kehendak Allah untuk menjalani ‘cetak biru’ kehidupannya yang telah ditetapkan baginya sebelumnya.
Dasar yang digunakan oleh tokoh-tokoh ini adalah hadis Nabi SAW dari Abdullah Ibnu mas’ud berkata, Rasulullah bersabda tentang firman Allah “dan ingatlah ketika tuhanmu mengeluarkan anak-anak Adam dari sulbi mereka” bahwa ketika Allah mengeluarkan Adam dari surga dan sebelum turun dari langit, Allah mengusap sulbi Adam sebelah kanan dengan sekali ucapan, lalu mengeluarkan darinya keturunan yang berwarna putih seperti mutiara dan seperti dzur (keturunan). Allah berfirman kepada mereka, “Masuklah ke dalam surga dengan nikmay-Ku”. Lalu allah mengusap sulbi Adam yang sebelah kiri dengan sekali usapan, lalu mengeluarkan anak keturunannya yang berwarna hitam dengan bentuk dzur. Allah berfirman, “Masukklah ke dalam neraka dan aku tidak peduli”. Yang demikian itulah maksud Allah tentang golongan kanan dan kiri. Kemudian Allah mengambil kesaksian terhadap mereka dengan berfirman, “ bukankah Aku ini Tuhan kalian?” mereka menjawab “betul, Engkau Tuhan kami, kami menjadi saksi”.
2.      Netral-pasif
Tokoh dari aliran ini yaitu Ibnu Abd al-Barr. Penganut pandangan ini berpendapat bahwa anak terlahir dalam keadaan suci, suatu keadaan kosong sebagaimana adanyan, tanpa kesadaran akan iman atau kufur.[4] Mereka semua terlahir dalam keadaan utuh dan sempurna, tapi kosong dari suatu esensi yang baik atau jahat. Ini sama dengan teori John Lock “Tabularasa” yang menyatakan bahwa manusia itu terlahir seperti kertas putih tanpa ada sedikitpun goresan. Manusia akan mengetahui mana yang benar dan salah, baik dan jahat, indah dan buruk itu dari lingkunagan eksternal. Manusia berpotensi menjadi baik bila rangtuanya mengajarkan nilai-nilai kebenaran dan kebaikan, sebaliknya manusia akan menjadi buruk ketika orangtuanya mengabaikan nilai-nilai kebenaran dan justru mengajarkan keburukan dan kejahatan.
Prinsip dari pandangan ini adalah bahwa mana yang lebih dominan dan intensif mempengaruhi manusia, hal itulah yang akan membentuk kepribadiaanya, apakah ia cerdas atau bodoh, kreatif atau jumud, dan lain sebagainya.[5]
Menurut pandangan netral, kebaikan yang akan mengarah pada iman atau keburukan yang akan mengarah pada kufur itu hanya akan berwujud ketika anak tersebut telah mencapai pada kedewasaan. Karena setelah anak mencapai kedewasaan, seseorang akan memiliki rasa tanggung jawab atas perbuatannya.
Dasar argumen aliran kedua ini adalah Q.S  an-Nahl, 16; 78.
3.      Positif-aktif
Tokoh dari aliran ini yaitu Ibnu Taimiyah, Ibnu Qayyim al-Jauziah, Muhammad Ali Ash-Shabuni, Mufti Muhammad Syafi’i, Ismail Rajial-Faruqi, Mohamad Asad, Syah Waliyullah. Penganut aliran ini berpendapat bahwa bawaan dasar atau sifat manusia sejak lahir adalah baik, sedangkan kejahatan bersifat aksidental.[6] Semua anak lahir dalam keadaan fitrah, yaitu dalam keadaan kebajikan, dan lingkungan sosial itulah yang menyebabkan individu menyimpang dari keadaan ini.
Ibnu taimiyah memberikan tanggapan atas pandangan Ibnu Abd al-Barr dan mengaskan bahwa fitrah bukanlah semata-mata sebagai potensi pasif yang harus dibentuk dari luar, tetapi merupakan sumber yang mampu membangkitkan dirinya sendiri yang ada dalam individu tersebut. Ash-Shabuni berpendapat bahwa kebaikan dan kesucian menyatu dalam diri manusia, sedangkan kejahatan itu bersifat aksidental. Secara alamiah manusia cenderung pada kebaikan dan kesucian. Tetapi lingkungan sosial terutama orangtua, bisa merusak fitrah anak. Al-faruqi menilai bahwa pengetahuan dan kepatuhan bawaan kepada Allah bersifat alamiah, sementara kedurhakaan tidak bersifat alamiah.[7]
Implikasi pengembangannya bahwa pendidikan dapat dijadikan sebagai solusi dari pengaruh lingkungan yang buruk itu dan memperkuat eksistensi fitrah manusia sebagai khalifah.
Dasar argumen pandangan ini adalah Q.S ar-ruum, 30: 30 dan Q.S al-A’raaf, 7: 172.
4.      Dualis-aktif
Tokoh dari aliran ini adalah Sayyid Quthb, al-Jamaly dan ‘Ali shari’ati. Aliran ini berpendapat bahwa manusia diciptakan membawa suatu sifat dasar yang bersifat ganda. Disatu sisi mengarah pada kebaikan dan disisi yang lain cenderung pada kejahatan. Menurut Quthb, dua unsur pembentuk esensial dari struktur manusia secara menyeluruh, yaitu ruh dan tanah, mengakibatkan kebaikan dan kejahatan sebagai suatu kecenderungan yang setara pada manusia, yaitu kecenderungan mengikuti tuhan atau kecenderungan untuk tersesat.[8]
Manusia merupakan makhluk berdimensi ganda, dengan sifat dasar ganda yang keduanya saling berlawanan. Al-jamaly mengatakan bahwa fitrah adalah kemampuan-kemampuan dasar dan kecenderungan-kecenderungan yang murni bagi setiap individu yang kemudian saling mempengaruhi dengan lingkungan sehingga tumbuh dan berkembang menjadi lebih baik atau lebih buruk.
Implikasi pengembangannya bahwa pendidikan bisa memperbaiki manusia dan menumbuh kembangkan potensi baik dalam diri manusia.
Dasar argumen aliran ini adalah QS. Al-Hijr, 15: 28, QS. Al-Balad, 90: 10 dan QS. al-Syams, 91: 7-10
C.      Implikasi Pengembangan Fitrah Manusia
Dalam rangka mengembangkan fitrah (potensi) manusia, baik potensi jasmani maupun rohani, secara efektif dapat dilakukan melalui pendidikan. Hal ini berarti bahwa pendidikan merupakan cara yang efektif untuk mengembangkan fitrah manusia tersebut. Dengan proses pendidikan, manusia mampu membentuk kepribadiannya, mentransfer kebudayaannya dari suatu komunitas kepada komunitas lainnya, mengetahui nilai baik dan buruk, dan lain sebagainya.
Merujuk kepada makna manusia yang ditunjukkan oleh Allah dalam al-Quran, secara teknis upaya pengembangan fitrah manusia dapat dilakukan dengan cara memformat interaksi pendidikan yang proporsional dan ideal. Dalam hal ini setidaknya ada dua pendekatan yang dapat digunakan, yaitu:
Pertama, pendekatan perkata. Ketika Allah menggunakan terma al-basyar dalam menunjuk manusia sebagai makhluk biologis, maka interaksi pendidikan yang ditawarkan harus pula mampu menyentuh perkembangan potensi biologis (fisik) peserta didik. Ketika Allah menggunakan terma al-insan, maka interaksi pendidikan harus pula mampu mengembangkan aspek fisik dan psikis peserta didik. Demikian pula ketika Allah menggunakan terma al-nas, maka interaksi pendidikan harus pula mampu menyentuh aspek kehidupan sosial peserta didik. Ketiga terma tersebut harus diformulasikan secara integral dan harmonis dalam setiap interaksi pendidikan yang ditawarkan.
Kedua, pendekatan makna substansial. Ketika Allah menunjuk ketiga terma tersebut dalam memaknai manusia, Allah SWT secara implisit telah melakukan serangkaian interaksi edukatif pada manusia secara proporsional. Allah telah memberikan kelebihan pada manusia dengan berbagai potensinya yang bersifat dinamis, di samping berbagai kelemahan dan keterbatasan manusia dalam menjalankan kehidupannya di muka bumi. Dengan berbagai potensi tersebut, manusia lebih unggul dan sempurna sesuai dengan tujuan penciptaannya, dibanding dengan makhluk Allah yang lain. Di sisi lain, manusia bisa juga menjadi makhluk yang paling hina, tatkala seluruh potensi tersebut tak mampu diaktualkan dan diarahkan secara maksimal, sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam. Dalam posisi ini, Allah telah memberikan kebebasan pada manusia untuk mengembangkan seluruh potensi yang dimilikinya secara maksimal. Hanya saja, jika mereka ingin tetap dalam keridhaan-Nya, maka mereka dituntut untuk mempergunakan seluruh potensinya tersebut sesuai dengan batas-batas kapasitas kebebasan yang diberikan padanya. Untuk itu, Allah memberikan rambu-rambu dan berbagai konsekuensi atas aktivitas yang dilakukan manusia.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dalam struktur jasmaniah dan rohaniah manusia, Allah memberikan seperangkat kemampuan dasar yang memiliki kecenderungan berkembang. Dalam pandangan Islam kemampuan dasar atau pembawaan itu disebut fitrah. Pehahaman terhadap konsep fitrah itu terdapat empat aliran yang memiliki pandangan berbeda-beda dalam memahami fitrah, yaitu aliran fatalis-pasif, netral-pasif, positif-aktif dan dualis-aktif.  
Dalam perspektif filsafat pendidikan Islam, manusia dipandang sebagai makhluk yang menyimpan multipotensi, baik yang bersifat jasadiah (fisik) maupun rohaniah (psikis). Menurut aliran fatalis, segala potensi yang ada pada manusia telah menjadi ketetapan Allah dan tidak dapat dirubah sedikitpun.  Namun bagi aliran yang lain,  keseluruhan potensi tersebut tidak dapat berkembang dengan sendirinya. Oleh karena itu,  ia membutuhkan sarana yang efektif untuk mengembangkannya sehingga dapat memberikan manfaat terhadap dirinya dan juga lingkungan sekitarnya. Sarana tersebut adalah proses pendidikan yang juga mesti ditujukan untuk mengoptimalkan segenap potensi manusia tersebut dalam sebuah interaksi pembelajaran dengan tetap berpegang pada nilai-nilai Ilahiah. Upaya pengembangan fitrah merupakan sesuatu yang mutlak harus dilakukan. Jika tidak, maka keunggulan dan kelebihan manusia yang diberikan oleh Allah SWT tidak akan berarti apa-apa dibandingkan dengan makhluk lainnya di bumi. Potensi yang tidak teroptimalkan akan menghalangi manusia untuk melakukan tugas dan fungsinya sebagai hamba Allah dan khalifah di muka bumi. Ironisnya lagi bahkan manusia itu dapat terjerumus ke dalam jurang kesesatan yang hina.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, M. 1994. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara
Maragustam. 2010. Mencetak Pembelajar Menjadi Insan Paripurna (Falsafah Pendidikan Islam). Yogyakarta:  Nuha Litera
Nashori, Fuad. 2003. Potensi-Potensi Manusia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
  http:// hakikat-fitrah-manusia.html


[1] M. Arifin, Filasafat Pendidkan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1994), Hlm. 160
[2] http:// hakikat-fitrah-manusia.html
[3]  Fuad Nashori, Potensi-Potensi Manusia, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), hlm. 55
[4] Ibid, Fuad Hasan, Potensi-potensi , hlm. 57
[5]  Maragustam, Mencetak Pembelajar Menjadi Insan Paripurna (Falsafah Pendidikan Islam), (Yogyakarta:  Nuha Litera, 2010), hlm. 94
[6]  Ibid, Maragustam, Mencetak Pembelajar..., hlm. 94
[7]  Opcit, fuad Hasan, Potensi-Potensi Manusia...,  Hlm 61
[8]  Ibid, Fuad Hasan, Potensi-Potensi Manusia..., Hlm. 62

KECERDASAN JAMAK

KECERDASAN JAMAK




(Oleh A. NUR KHOLIS)
BAB I
PENDAHULUAN
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Gardner cs, ditemukan bahwa seseorang yang mengalami kecelakaan dan ternyata ada pengaruhnya terhadap otaknya. Misalnya, seseorang yang rusak ‘bagian’ depan otaknya, maka kecerdasan linguistiknya rusak, sehingga ia sukar berbicara, membaca, dan menulis, namun ia masih bisa melakukan matematika, menyanyi menari, dan berhubungan dengan orang lain. Gardner menyimpulkan bahwa ada paling tidak tujuh daerah yang otonom dalam sistem otak dan masing-masing mempengaruhi satu macam kecerdasan dan mempengaruhi keberadaan anak ’super’.
Pada seseorang jika ada satu perangkat kecerdasan yang sangat tinggi membuat orang itu lemah dalam beberapa kecerdasan lainnya. Misalnya, seseorang yang tinggi logika-matematikanya, lemah dalam berkomunikasi, fungsi berbahasanya. Setiap kecerdasan pada anak usia dini muncul pada saat tertentu sesuai irama perkembangannya seperti yang dikemukakan oleh Piaget (1971) yang merentang dari fase sensorimotor (0-2 tahun), fase praoperasional (2-7 tahun), fase operasi kongkrit (7-12 tahun) dan fase operasi formal (12 sampai usia dewasa).
Fakta sejarah yang menunjukkan bahwa perkembangan kecerdasan jamak ditunjang oleh hasil penelitian yang menemukan bahwa sejak zaman dahulu manusia telah menggunakan kecerdasan jamak. Hal ini dapat dilihat dari gambar-gambar di gua-gua kuno. Selain alasan tersebut di atas temuan psikometrik menunjang keberadaan intelligensi jamak hal ini dapat dilihat dari materi menggali informasi dan kosa kata di dalam tes baku IQ.
Selain fakta sejarah di atas alasan selanjutnya adalah berbagai temuan penelitian yang berkaitan dengan psikologi eksperimental yang mengemukakan bahwa seseorang yang memiliki kemampuan khusus dalam membaca belum tentu dapat mentransfer kemampuan tersebut ke dalam logika matematika. dengan baik. Selain hal tersebut terdapat adanya operasi inti atau seperangkat operasi masing-masing intelegensi., seperti pada kecerdasan musik, kecerdasan ini ditunjang oleh kepekaan dalam membedakan berbagai struktur irama. Selanjutnya kecerdasan bodily kinesthetic, ditunjang oleh kemampuan meniru gerakan tubuh orang lain, kemampuan membangun rutinitas gerakan motorik halus.
Lazaer (2000:7) mengemukakan bahwa kecerdasan jamak (multiple Inteligences) merupakan perkembangan mutakhir dalam bidang intelligensi yang menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan jalur-jalur yang digunakan oleh manusia untuk menjadi cerdas.
Dari segi terminologi jamak berarti banyak atau lebih dari satu. Berarti kecerdasan jamak itu kecerdasan yang lebih dari satu. Dalam bahasa aslinya kecerdasan jamak dikenal dengan istilah Multiple Intellegence (MI). Ada juga yang menerjemahkannya sebagai kecerdasan majemuk. Teori tentang Multiple Intellegence ini berasal dari Howard Gardner. beliau menuliskan teorinya ini dalam buku yang ramai dibicarakan oleh kalangan umum saat itu (1983) berjudul Frames of Mind. Gardner pada awalnya menyebutkan ada tujuh kecerdasan dalam bukunya itu. Selanjutnya Gardner menambahkannya menjadi 8 kecerdasan.
              Sebelum berangkat lebih jauh kita kembali ke definisi intelegensi (kecerdasan). Menurut Woolfolk (2009) kemampuan atau berbagai kemampuan untuk mendapatkan dan menggunakan pengetahuan untuk menyelesaikan masalah dan beradaptasi dengan dunia sekitar. Para penulis dan ahli lainnya juga banyak berpendapat hampir sama, menurut Santrock (2008) intelegensi (kecerdasan) adalah keterampilan menyelesaikan masalah dan kemampuan untuk beradaptasi dan belajar dari pengalaman hidup sehari-hari.Cara mengukur intelegensi ini menggunakan sebuah test yang dikenal dengan tes IQ, yang dipelepori oleh Alfred Binet.
              Rupanya beberapa pihak dan para ahli ini pun ada yang tidak sreg dengan skor tunggal dari tes IQ ini. Tes ini dianggap hanya menggambarkan kemapuan intelektual atau kognitif saja dan mengabaikan kemampuan lain dalam diri manusia. Yaitu Gardner tahun 1983 tentang teori kecerdasan jamak berusaha mengungkapkan kemampuan mental lain dalam diri manusia dari pengalamannya dalam penelitian orang-orang yang mengalami kerusakan otak (Gardner, 2003). Carrol, 1997 seperti yang dinyatakan oleh Woolfolk (2009) mengenalkan tiga tingkat intelegensi , yaitu kemampuan umum, beberapa kemampuan luas (termasuk intelegensi cair dan intelegensi terkristal) dan beberapa kemampuan spesifik (ada sekitar 70). Lalu Stenberg seperti yang dikutip oleh Santrock 2008 dan Jamaris 2010 mengatakan dalam Triartic Theory of Intellegence bahwa ada 3 jenis intelegensi yaitu intelegensi analitis, kreatif, intelegensi kreatif dan intelegensi praktis. Tahun 1990 Mayor dan Salovey memulai konsep mengenai Emotional Intellegence. Dan kemudian dipopulerkan oleh Daniel Goleman tahun 1995 dengan bukunya Emotional Intellegence. Kemudian Zohar dan Marshall tahun 1997 mengungkapkan istilah spiritual intelligence (SQ).
              Jadi akhir-akhir ini orang mulai mempertanyakan mengenai konsep IQ, terutama hubungannya dengan prestasi di sekolah dan kesuksesan dalam dunia kerja nantinya. Orang dengan IQ tinggi belum tentu berprestasi di sekolah karena banyak juga anak-anak berkategori gifted dengan IQ di atas 130 masuk dalam kategori gifted underachiever yaitu tidak berprestasi. Demikian pula bahwa anak yang dulu berprestasi akademik bagus di sekolah belum tentu sukes dalam bisnis dan pekerjaannya. Bagitu pula orang tua yang merasa kurang puas dengan hasil skor tes IQ anaknya di sekolah namun merasa anaknya mempunya potensi terutama di bidang-bidang tertentu, mulai tertarik dengan konsep kecerdasan jamak ini.
BAB II
PEMBAHASAN
A.   Pengertian Kecerdasan Jamak
Dari segi terminology jamak berarti banyak atau lebih dari satu. Berarti kecerdasan jamak itu kecerdasan yang lebih dari satu. Dalam bahasa aslinya kecerdasan jamak dikenal dengan istilah Multiple Intellegence(MI).
Teori Multiple Intelligences bertujuan untuk  mentransformasikan sekolah agar kelak sekolah dapat mengakomodasi setiap siswa dengan berbagai macam pola pikirnya yang unik. Howard Gardner (1993) menegaskan bahwa skala kecerdasan yang selama ini dipakai, ternyata memiliki banyak keterbatasan sehingga kurang dapat meramalkan kinerja yang sukses untuk masa depan seseorang.
Menurut Gardner, kecerdasan seseorang meliputi unsur-unsur kecerdasan matematika logika, kecerdasan bahasa, kecerdasan musikal, kecerdasan visual spasial, kecerdasan kinestetik, kecerdasan interpersonal, kecerdasan intrapersonal, dan kecerdasan naturalis.
Kecerdasan MI adalah berbagai jenis kecerdasan yang dapat dikembangkan pada anak, antara lain verbal-linguistik (kemampuan menguraikan pikiran dalam kalimat-kalimat,presentasi pidato,diskusi,tulisan), logical-mathematical (kemampuan logika-matematik dalam memacahkan berbagai masalah), visual spatial (kemampuan berpikir tiga dimensi), bodily-kinesthetic (keterampilan gerak,menari,olahraga), musical (kepekaan dan kemampuan berekspresi dan bunyi, nada, melodi, irama), intrapersonal (kemampuan memahami dan kengendalikan diri sendiri), interpersonal (kemampuan memahami dan menyesuaikan diri dengan orang lain), naturalist ( kemampuan memahami dan memanfaatkan lingkungan).
Kecerdasan jamak yaitu pandangan baru tentang kecerdasan yang dikemukakan Gadner (seperti yang dituliskan Thomas Amstrong “Menerapkan Multiple Intelligences di Sekolah” Kaifa 2004 hal 2), meliputi kecerdasan linguistik, kecerdasan matematis-logis, kecerdasan spasial, kecerdasan kinestetis-jasmani, kecerdasan musikal, kecerdasan interpersonal, kecerdasan intrapersonal, dan kecerdasan natural.
B.           Macam-Macam kecerdasan Jamak
1.            Kecerdasan Linguistik (Word Smart)
Kecerdasan linguistik merupakan kecerdasan dalam menggunakan kata secara efektif baik secara lisan maupun tulisan. Kecerdasan ini memiliki empat ketrampilan yaitu menyimak, membaca, menulis dan berbicara.
 Berikut kiat-kiat mengembangkan kecerdasan linguistik pada anak sejak usia dini :
a.    Mengajak anak berbicara sejak bayi
b.    Membacakan cerita atau mendongeng sebelum tidur atau kapan saja sesuai situasi dan kondisi
c.    Berdiskusi tentang berbagai hal yang ada di sekitar anak
d.    Bermain peran
e.    Memperdengarkan dan memperkenalkan lagu anak-anak
2.            Kecerdasan Logika Matematika (Number / Reasoning) Smart)
Kecerdasan logika matematika merupakan kecerdasan dalam menggunakan angka dan logika. Cara mengembangkan kecerdasan logika matematika pada anak antara lain dengan cara :
a.    Bermain puzzle, permainan ular tangga, domino dll
b.    Mengenal bentuk geometri
c.    Mengenalkan bilangan melalui sajak berirama dan lagu
d.    Eksplorasi pikiran melalui diskusi dan olah pikir ringan
e.    Memperkaya pengalaman berinteraksi dengan konsep matematika
3.            Kecerdasan Visual Spasial (Picture Smart)
Kecerdasan visual spasial merupakan kemampuan untuk memvisualisasikan gambar untuk memecahkan sesuatu masalah atau menemukan jawaban. Cara mengembangkan kecerdasan visual spasial pada anak adalah sebagai berikut :
a.    Mencorat coret
b.    Menggambar dan melukis
c.    Kegiatan membuat prakarya atau kerajinan tangan
d.    Mengunjungi berbagai tempat dapat memperkaya pengalaman visual anak
e.    Melakukan permainan konstruktif dan kreatif
f.     Mengatur dan merancang
4.            Kecerdasan Kinestetik (Body Smart)
Kecerdasan kinestetik adalah suatu kecerdasan dimana saat menggunakannya seseorang mampu atau terampil menggunakan anggota tubuhnya untuk melakukan gerakan seperti berlari, menari, membangun sesuatu, melakukan kegiatan seni dan hasta karya. Cara menstimulasi kecerdasan kinestetik pada anak antara lain sebagai berikut :
a.    Menari
b.    Bermain peran / drama
c.    Latihan ketrampilanfisik
d.    Olahraga
5.            Kecerdasan Musikal(MusicalSmart)
Kecerdasan musikal adalah kemampuan memahami aneka bentuk musikal dengan cara mempersepsi (penikmat musik), membedakan (kritikus musik), mengubah (composer) dan mengekspresikan (penyanyi). Cara mengembangkan kecerdasan musikal anak antara lain sebagai berikut :
a.    Beri kesempatan pada anak untuk melihat kemampuan yang ada pada diri mereka,buat mereka lebih percaya diri
b.    Pengalaman empiris yang praktis, buatlah penghargaan terhadap karya-karya yang dihasilkan anak
c.    Ajak anak menyanyikan lagu-lagu dengan syair sederhana dengan irama dan birama yang mudah diikuti
6.            Kecerdasan Interpersonal (People Smart)
Kecerdasan interpersonal adalah berpikir lewat berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain. Kegiatan yang mencakup kecerdasan interpersonal yakni memimpin, mengorganisasi, berinteraksi, berbagi,menyayangi, berbicara, sosialisasi, menjadi pendamai, permainan kelumpok, klub, teman-teman, kelompok dan kerjasama. Cara mengembangkan kecerdasan interpersonal pada anak, yakni :
a.    Mengembangkan dukungan kelompok
b.    Menetapkan aturan tingkah laku
c.    Memberi kesempatan bertanggungjawab dirumah
d.    Bersama-sama menyelesaikan konflik
e.    Melakukan kegiatan sosial di lingkungan
f.     Menghargai perbedaan pendapat antara anak dan teman sebaya
g.    Menumbuhkan sikap ramah dan memahami keragaman budaya lingkungan social
h.    Melatih kesabaran menunggu giliran
i.      Berbicara serta mendengarkan pembicaraan orang lain terlebih dahulu
7.            Kecerdasan Intrapersonal (Self Smart)
Kecerdasan intrapersonal adalah kemampuan seseorang untuk berpikir secara reflektif yaitu mengacu kepada kesadaran reflektif mengenai perasaan dan proses pemikiran diri sendiri. Ada pun kegiatan yang mencakup kecerdasan ini adalah berpikir, meditasi, bermimpi, berdiam diri, mencanangkan tujuan, refleksi, merenung, membuat jurnal, menilai diri, waktu menyendiri, proyek yang dirintis sendiri dan menulis instropeksi.  Cara mengembangkan kecerdasan intrapersonal pada anak sebagai berikut :
a.    Menciptakan citra diri positif, “aku anak baik”, “saya anak yang rajin membantu ibu”, dll
b.    Ciptakan suasana serta kondisi yang kondusif di rumah yang mendukung pengembangan kemampuan intrapersonal dan penghargaan diri
c.    Menuangkan isi hati dalam jurnal pribadi
d.    Bercakap-cakap memperbincangkan kelemahan, kelebihan dan minat anak
e.    Membayangkan diri di masa datang, lakukan perencangan dengan anak semisal anak ingin seperti apa bila besar nanti
8.            Kecerdasan Naturalis (Natural Smart)
            Kecerdasan naturalis adalah kecerdasan untuk mencintai keindahan alam melalui pengenalan terhadap flora fauna yang terdapat di lingkungan sekitar dan juga mengamati fenomena alam dan kepekaan/kepedulian terhadap lingkungan sekitar. Stimulasi bagi pengembangan kecerdasan naturalis yakni :
a.    Jalan-jalan di alam terbuka
b.    Berdiskusi mengenai apa yang terjadi di alam sekitar
c.    Kegiatan ekostudi agar anak memiliki sikap peduli pada alam sekitar
9.    Kecerdasan Spiritual
Kecerdasan spiritual adalah kecerdasan dalam memandang makna atau hakikat kehidupan ini sesuai dengan kodrat manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa yang berkewajiban menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-nya.  Cara mengembangkan kecerdasan spiritual pada anak usia dini antara lain :
a.    Melalui teladan dalam bentuk nyata yang diwujudkan dalam perilaku baik lisan, tulisan maupun perbuatan
b.    Melalui cerita atau dongeng untuk menggambarkan perilaku baik buruk
c.    Mengamati berbagai bukti-bukti kebesaran Sang Pencipta seperti beragam binatang dan aneka tumbuhan serta kekayaan alam lainnya
d.    Mengenalkan dan mencontohkan kegiatan keagamaan secara nyata
e.    Membangun sikap toleransi kepada sesama sebagai makhluk ciptaan Tuhan
C.           Faktor- factor yang mempengaruhi Kualitas Kecerdasan
Kecerdasan multipel dipengaruhi 2 faktor utama yang saling terkait yaitu faktor keturunan (bawaan, genetik) dan faktor lingkungan. Seorang anak dapat mengembangkan berbagai kecerdasan jika mempunyai faktor keturunan dan dirangsang oleh lingkungan terus menerus.
Orangtua yang cerdas anaknya cenderung akan cerdas pula jika faktor lingkungan mendukung pengembangan kecerdasaannnya sejak didalam kandungan, masa bayi dan balita. Walaupun kedua orangtuanya cerdas tetapi jika lingkungannya tidak menyediakan kebutuhan pokok untuk pengembangan kecerdasannya, maka potensi kecerdasan anak tidak akan berkembang optimal. Sedangkan orangtua yang kebetulan tidak berkesempatan mengikuti pendidikan tinggi (belum tentu mereka tidak cerdas, mungkin karena tidak ada kesempatan atau hambatan ekonomi) anaknya bisa cerdas jika dicukupi kebutuhan untuk pengembangan kecerdasan sejak di dalam kandungan sampai usia sekolah dan remaja.
Tingkat kecerdasan seseorang berbeda-beda karena dalam perkembangan kecerdasan ada beberapa faktor-faktor kecerdasan tersebut adalah sebagai berikut :
1.    Faktor Bawaan
Dimana faktor ini ditentukan oleh sifat yang dibawa sejak lahir. Batas kesanggupan atau kecakapan seseorang dalam memecahkan masalah, antara lain ditentukan oleh faktor bawaan. Oleh karena itu, di dalam satu kelas dapat dijumpai anak yang bodoh, agak pintar, dan pintar sekali, meskipun mereka menerima pelajaran dan pelatihan yang sama.
2.    Faktor Minat dan Bawaan yang Khas
Dimana minat mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dan merupakan dorongan bagi perbuatan itu. Dalam diri manusia terdapat dorongan atau motif yang mendorong manusia untuk berinteraksi dengan dunia luar, sehingga apa yang diminati oleh manusia dapat memberikan dorongan untuk berbuat lebih giat dan lebih baik.
3.    Faktor Pembentukan
Dimana pembentukan adalah segala keadaan di luar diri seseorang yang mempengaruhi perkembangan intelengensi. Di sini dapat dibedakan antara pembentukan yang direncanakan, seperti dilakukan di sekolah atau pembentukan yang tidak direncanakan, misalnya pengaruh alam sekitarnya.
4.    Faktor Kematangan
Dimana organ dalam tubuh manusia mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Setiap organ manusia baik fisik maupun psikis, dapat dikatakan telah matang, jika ia telah tumbuh atau berkembang hingga mencapai kesanggupan menjalankan fungsinya masing-masing.
Oleh karena itu, tidak diherankan bila anak-anak belulm mampu mengerjakan atau memecahkan soal-soal matematika di kelas empat sekolah dasar, karena soal-soal itu masih terlampau sukar bagi anak. Organ tubuhnya dan fungsi jiwanya masih belum matang untuk menyelesaikan soal tersebut dan kematangan berhubungan erat dengan faktor umur.
D.   Cara Merangsang Kecerdasan Jamak
Untuk merangsang kecerdasan berbahasa verbal ajaklah bercakap-cakap, bacakan cerita berulang-ulang, rangsang untuk berbicara dan bercerita, menyanyikan lagu anak-anak dll.
Latih kecerdasan logika-matematik dengan mengelompokkan, menyusun, merangkai, menghitung mainan, bermain angka, halma, congklak, sempoa, catur, kartu, teka-teki, puzzle, monopoli, permainan komputer dll.
           
Kembangkan kecerdasan visual-spatial dengan mengamati gambar, foto, merangkai dan membongkar lego, menggunting, melipat, menggambar, halma, puzzle, rumah-rumahan, permainan komputer dll.
Melatih kecerdasan gerak tubuh dengan berdiri satu kaki, jongkok, membungkuk, berjalan di atas satu garis, berlari, melompat, melempar, menangkap, latihan senam, menari, olahraga permainan dll.
Merangsang kecerdasan musikal dengan mendengarkan musik, bernyanyi, memainkan alat musik, mengikuti irama dan nada.
            Melatih kecerdasan emosi inter-personal dengan bermain bersama dengan anak yang lebih tua dan lebih muda, saling berbagi kue, mengalah, meminjamkan mainan, bekerjasama membuat sesuatu, permainan mengendalikan diri, mengenal berbagai suku, bangsa, budaya, agama melalui buku, TV dll.
Melatih kecerdasan emosi intra-personal dengan menceritakan perasaan, keinginan, cita-cita, pengalaman, berkhayal, mengarang ceritera dll.
            Merangsang kecerdasan naturalis dengan menanam biji hingga tumbuh, memelihara tanaman dalam pot, memelihara binatang, berkebun, wisata di hutan, gunung, sungai, pantai, mengamati langit, awan, bulan, bintang dll.
            Merangsang kecerdasan spritual dengan cara melakukan kegiatan ibadah bersama-sama dan memberitahu sikap yang di perintahkan dan yang dilarang oleh Allah SWT.
            Bila anak mempunyai potensi bawaan berbagai kecerdasan dan dirangsang terus menerus sejak kecil dengan cara yang menyenangkan dan jenis yang bervariasi maka anak kita akan mempunyai kecerdasan yang jamak.
BAB III
SIMPULAN
Bermain adalah suatu kegiatan yang menyenangkan bagi anak dan bermain adalah suatu kebutuhan yang sudah ada (inheren) dalam diri anak. Dengan demikian, anak dapat mempelajari berbagai keterampilan dengan senang hati, tanpa merasa terpaksa atau dipaksa untuk mempelajarinya. Bermain mempunyai banyak manfaat dalam mengembangkan keterampilan anak. Sehingga anak lebih siap untuk menghadapi lingkungannya dan lebih siap untuk mengikuti pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi. Kecerdasan anak tidak hanya ditentukan oleh skor tunggal yang diungkap oleh tes inteligensi yang hanya mengukur kemampuan anak dalam bidang verbal linguistik dan logis matematis. Akan tetapi anak memiliki sejumlah kecerdasan yang berwujud dalam berbagai keterampilan dan kemampuan, yakni kecerdasan jamak.
Kecerdasan jamak adalah teori kecerdasan yang menyatakan bahwa individu memiliki paling tidak 8 jenis kecerdasan, yaitu kecerdasan verbal linguistik, logis matematis, visual spasial, kinestetik, musik, intrapribadi, antarpribadi, dan naturalis.
Masing-masing kecerdasan dapat berkembang optimal secara bersamaan jika mendapat kesempatan untuk di kembangkan. Teori kecerdasan jamak perlu dipahami oleh guru, orang tua dan para pendidik lainnya agar dapat membantu mengembangkan macam-macam kecerdasan yang dimiliki anak. Jadi tidak hanya mengembangkan kecerdasan verbal linguistik dan logis matematis saja. Kecerdasan jamak dapat diaplikasikan dengan berbagai cara dan berbagai aspek dalam kegiatan pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
Gardner,Howard. Frames of Mind. The Theory of Multiple Inteligences. New York: Basic Books. 1983
Gardner,Howard. Kecerdasan Majemuk, Teori dalam Praktek, alih bahasa Alexander Sindoro. Batam: Interaksara. 2003
Http://paud-um-ceria.blogspot.com/2010/10/dasar-dan-kerangka-dari-teori.html
Nurlaila N.Q. dan Yul Iskandar. Pendidikan Anak Dini Usia (PADU) untuk mengembangkan Multipel Inteligensi. Jakarta: Dharma Graha Group.2004