jam

Kamis, 20 Desember 2012

POSITIVISME AUGUSTE COMTE

POSITIVISME AUGUSTE COMTE

A.    Riwayat Hidup Auguste Comte

Auguste Comte dilahirkan di Montpellier, Prancis 19 Januari tahun 1798, keluarganya beragama khatolik dan berdarah bangsawan. Orang tuanya berstatus kelas menengah dan ayahnya kemudian menjadi pejabat lokal kantor pajak. Meski tergolong cepat menjadi mahasiswa dia tidak pernah mendapatkan Ijazah perguruan tinggi. Dalam setiap kelasnya di Ecole polytecnique, Comte bersama seluruh kelasnya dikeluarkan karena gagasan politik dan pemberontakan yang mereka lakukan. Pemecatan ini berpengaruh buruk terhadap karir akademis comte. [1]
Comte akhirnya memulia karir profesinalnya dengan memberi les privat bidang matematika. Namun selain matematika ia juga tertarik memperhatikan masalah-masalah yang berkaitan dengan masyarakat terutama minat ini tumbuh dengan suburnya setelah ia berteman dengan Saint Simon yang mempekerjakan Comte sebagai sekretarisnya pada tahun 1817. Comte dan Saint Simon bekerjasama selama beberapa tahun dan comte merasa berutang budi dengan Saint Simon. Comte merasa berhutang budi dengan Saint Simon : “ Aku secara Intelektual sangat berhutang budi kepada Saint Simon…Ia memberikan dorongan sangat besar kepadaku dalam dunia Filsafat yang memungkinkan diriku menciptakan pemikiran filsafatku sendiri dan yanga akan aku ikuti dalam hidupku tanpa ragu.” Tetapi pada tahun 1824 keduanya bersengketa karena comte yakin Saint simon menghapus namanya dari salah satu karya sumbangannya. Comte kemudian menyuruti teman-temannya sambil menuduh Saint-Simon bersifat “katastropik” dan melukiskan Saint-Simon sebagai “penyulap besar” . Tahun 1852 Comte berkata tentang Saint Simon: “aku tak berhutang apapun pada tokoh  terkemuka itu.”[2]
 Kehidupan ekonominya pas-pasan, hampir dapat dipastikan hidupa dalam kemiskinan karena ia tidak pernah dibayar sebagaimana mestinya dalam memberikan les privat, dimana pada waktu itu biaya pendidikan di Prancis sangat mahal.

Comte terkenal memilki daya ingat yang luar biasa berkat daya ingatnya yang seperti fotografi itu ia mampu menceritakan  kembali kata-kata yang ditukis di satu halaman buku yang hanya sekali saja dibaca. Kemampuan berkonsentarsinya sedemikian rupa sehingga ia mampu mengungkapkan kseluruhan seluruh isi sebuah buku yang harus ditulisnya tanpa harus menulisnya. Kuliahnya disajikan tanpa berbekal catatan. Bila ia duduk untuk menulis buku, ia menuliskan dari segala ingatanya.[3]
Pada tahun 1842 ia menyelesaikan karya besarnya yang berjudul Course of Positive Philosophy dalam 6 jilid, dan juga karya besar yang cukup terkenal adalah System of Positive Politics yang merupakan persembahan Comte bagi pujaan hatinya Clothilde de Vaux, yang begitu banyak mempengaruhi pemikiran Comte di karya besar keduanya itu. Dan dari karyanya yang satu ini ia mengusulkan adanya agama humanitas, yang sangat menekankan pentingnya sisi kemanusiaan dalam mencapai suatu masyarakat positifis.
Comte hidup pada masa akhir revolusi Prancis termasuk didalamnya serangkaian pergolakan yang berkesinambungan sehingga Comte sangat menekankan arti pentingnya Keteraturan Sosial.
Pada 5 September 1857 ia mengakhiri hidupnya dalam kesengsaraan dan kemiskinan namun demikian namanya tetap kita kenang hingga sekarang karena kegemilangan pikiran serta gagasannya Comte dan Positivisme’
B.     Pemikiran Auguste Comte
Sebagai tanda perkembangan ilmu pengetahuan modern pada abad ke 19 lahirlah aliran  Filsafatpositivisme’. Titik tolak pemikirannya, apa yang diketahuai adalah yang factual dan yang positif sehingga metafisikanya ditolak. Secara etimologis positivisme berasal dari kata ‘positif’ yang secara harfiah berarti yang diketahui, yang factual dan empiris bahkan dapat juga berarti teruji dan teramati. Sehingga pengaertian dari Positivisme adalah aliran filsafat yang berpangkal dari fakta yang positif sesuatu yang diluar fakta atau kenyataan yang dikesampingkan dalam pembicaraan filsafat dan ilmu pengetahuan[4].
Comte adalah tokoh aliran positivisme yang paling terkenal. Kamu positivis percaya bahwa masyarakat merupakan bagian dari alam dimana metode-metode penelitian empiris dapat dipergunakan untuk menemukan hukum-hukum sosial kemasyarakatan. Aliran ini tentunya mendapat pengaruh dari kaum empiris dan mereka sangat optimis dengan kemajuan dari revolusi Perancis.
Pendiri filsafat positivis yang sesungguhnya adalah Henry de Saint Simon yang menjadi guru sekaligus teman diskusi Comte. Menurut Simon untuk memahami sejarah orang harus mencari hubungan sebab akibat, hukum-hukum yang menguasai proses perubahan. Mengikuti pandangan 3 tahap dari Turgot, Simon juga merumuskan 3 tahap perkembangan masyarakat yaitu tahap Teologis, (periode feodalisme), tahap metafisis (periode absolutisme dan tahap positif yang mendasari masyarakat industri.
Comte menuangkan gagasan positivisnya dalam bukunya the Course of Positivie Philosoph, yang merupakan sebuah ensiklopedi mengenai evolusi filosofis dari semua ilmu dan merupakan suatu pernyataan yang sistematis yang semuanya itu tewujud dalam tahap akhir perkembangan. Perkembangan ini diletakkan dalam hubungan statika dan dinamika, dimana statika yang dimaksud adalah kaitan organis antara gejala-gejala ( diinspirasi dari de Bonald), sedangkan dinamika adalah urutan gejala-gejala (diinspirasi dari filsafat sehjarah Condorcet).
Bagi Comte untuk menciptakan masyarakat yang adil, diperlukan metode positif yang kepastiannya tidak dapat digugat. Metode positif ini mempunyai 4 ciri, yaitu :
1.    Metode ini diarahkan pada fakta-fakta
2.    Metode ini diarahkan pada perbaikan terus meneurs dari syarat-syarat hidup
3.    Metode ini berusaha ke arah kepastian
4.    Metode ini berusaha ke arah kecermatan.
Metode positif juga mempunyai sarana-sarana bantu yaitu pengamatan, perbandingan, eksperimen dan metode historis. Tiga yang pertama itu biasa dilakukan dalam ilmu-ilmu alam, tetapi metode historis khusus berlaku bagi masyarakat yaitu untuk mengungkapkan hukum-hukum yang menguasai perkembangan gagasan-gagasan.
Tokoh aliran positivisme ini, August Comte.  Ia berpendapat bahwa Indera sangat penting dalam memperoleh pengetahuan, tetapi harus dipertajam dengan alat bantu dan diperkuat dengan eksperimen. Kekeliruan Indera akan dapat dikoreksi lewat eksperimen. Eksperimen memerlukan ukuran-ukuran yang jelas. Misalnya panas diukur dengan derajat panas, jauh diukur dengan meteran, berat dengan kiloan dan sebagainya. Kita tidak cukup mengatakan api dengan kiloan, dan sebagainya. Kita tidak cukup mengatakan api panas, matahari panas, kopi panas, ketika panas. Kita tidak cukup mengatakan panas sekali, panas, tidak panas. Kita memerlukan ukuran yang teliti. Dari sinilah kemajuan sain benar-benar dimulai.
Jadi pada dasarnya positivisme bukanlah suatu aliran yang khas berdiri sendiri. Ia hanya menyempurnakan Empirisme dan Rasionalisme yang bekerja sama.[5]dengan kata lain ia menyempurnakan metoda ilmiah( scientific method ) dengan memasukan perlunya eksperimen dengan ukuran-ukuran. Jadi, pada dasarnya positivisme itu sama dengan empirisme dan Rasionalisme. Hanya saja pada Empirisme menerima pengalaman batiniah dan sedangkan pada positivisme membatasi pada perjalanan objektif saja.
Menurut Agus Comte, perkembangan pemikiran manusia baik perorangan maupun bangsa melalui tiga zaman: yaitu zaman theologies metafisis dan zaman positif.
Pertama: zaman teologis, zaman percaya dimana manusia percaya bahwa dibelakang gejala-gejala alam, terdapat kuasa-kuasa adi kodrati yang mengatur fungsi dan gerak gejala-gejala tersebut. Kekuasaan ini dianggap sebagai mahluk yang memilki rasio dan kehendak seperti manusia, tetapi manusia percaya bahwa mereka berada pada tingkatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan mahluk-mahluk insani yang biasa.   Zaman teologis ini dibagi menjadi tiga periode yaitu
Periode pertama dimana benda-benda dianggap berjiwa(animisme). Periode kedua manusia pada dewa-dewa yang masing-masing mengusai satu dunianya sendiri-sendiri misalnya, dewa laut, dewa gunung, dewa laut dan dewa matahari yang disebut politeisme. Periode ketiga manusia percaya pada satu Allah sebagai Yang Maha Kuasa(Monoteisme). Pada periode ketiga pada zaman teologis ini merupakan taraf tertinggi manusia dalam memandang Tuhan.
Kedua zaman metafisis, sifat yang khas pada zaman ini  kekuatan yang adikodrati diganti dengan ketentuan-ketentuan abstrak, seperti misalnya “kodrat” dan “penyebab” . Konsep-konsep metafisika seperti substansi, aksidensia dan lain sebagainya menjadi penting pada zaman ini. Metafisika dijunjung tinggi pada zaman ini.
Ketiga zaman positif, yaitu ketika orang tidak lagi berusaha mencapai pengetahuan tentang yang mutlak baik teologis maupun metafisis. Sekarang orang yang berusaha mendapatkan hukuman-hukuman dari fakta-fakta yang didapatinya dengan pengamatan dan akalnya. Tujuan tertinggi dari zaman ini akan tercapai bilamana gejala-gejala telah dapat disusun dan diatur dibawah satu fakta yang umum saja. Baru pada zaman terakhir inilah manusia menghasilkan ilmu pengetahuan dalam arti yang yang sebenarnya yang disebut ilmu pengetahuan modern.[6] Dalam kaitanya dengan ilmu pengetahuan comte memberikan uraian-uraianya yang kiranya sangat berpengaruh pada perkembangan ilmu pengetahuan pada abad ke XX.
Pemikiran positivisme ini memberikan dasar pijak paham filsafat analitik terutama kelompok wina atau kelompok kring wina yang menamakan dirinya sebagai paham positivism logis. Seluruh pandangan positivisme diangkat oleh positivism logis hanya perbedaannya positivism logis menekankan pada analisis konsep filosofis melalui bahasa serta positivism logis lebih menekankan pada prinsip verifikasi.
Baik positivisme logis maupun positivisme keduanya menolak dengan tegas tentang metafisika, bahkan positivisme logis ingin menghilangkan metafisika. Dasar-dasar verifikasi, pandangannya tentang ilmu pengetahuan dengan segala dasar epistimologinya dapat dikatakan hampir keduanya memilih kebersamaan.
Hukum tiga tahab ini tidak hanya berlaku bagi perkembangan rohani seluruh umat manusia, tetapi juga belaku bagi setiap perorangan. Umpama sebagai kanak-kanak adalah seorang teolog, sebagai pemuda menjadi metafisis, dan sebagai orang dewasa ia adalah seorang fisikus.
Urutan perkembangan Ilmu-ilmu pengetahuan tersusun sedemikian rupa sehingga yang satu selalu mengandalkan semua ilmu yang mendahuluinya. Dengan demikian comte menepatkan deretan ilmu pengetahuan dengan urutan sebagai berikut: Ilmu pasti, astronomi, fisika, kimia, biologi, dan sosiologi.
Mulailah dapat disaksikan sekarang bintang keberuntungan Comte  sebagai salah satu manusia yang tercatat dalam narasi besar prosa kehidupan  yang penuh misteri, pemikiran brilian Comte mulai terajut menjadi suatu aliran pemikiran yang baru dalam karya-karya filsafat yang tumbuh lebih dulu. Comte dengan kesadaran penuh bahwa akal budi manusia terbatas, mencoba mengatasi dengan membentuk ilmu pengetahuan yang berasumsi dasar  pada persepsi dan penyelidikan ilmiah. Tiga hal ini dapat menjadi ciri pengetahuan seperti apa yang sedang Comte bangun, yaitu: 1. Membenarkan dan menerima gejala empiris sebagai kenyataan, 2. Mengumpulkan dan mengklasifikasikan gejala itu menurut hukum yang menguasai mereka, dan 3. Memprediksikan fenomena-fenomena yang akan datang berdasarkan hukum-hukum  itu dan mengambil tindakan yang dirasa bermanfaat.
Keyakinan dalam pengembangan yang dinamakannya positivisme semakin besar volumenya, positivisme sendiri adalah faham filsafat, yang cenderung untuk membatasi pengetahuan benar manusia kepada hal-hal yang dapat diperoleh dengan memakai metoda ilmu pengetahuan. Disini Comte berusaha pengembangan kehidupan manusia dengan menciptakan sejarah baru, merubah pemikiran-pemikiran yang sudah membudaya, tumbuh dan berkembang pada masa sebelum Comte hadir. Comte mencoba dengan keahlian berpikirnya untuk mendekonstruksi pemikiran yang sifatnya abstrak (teologis) maupun pemikiran yang pada penjalasan-penjelasannya spekulatif (metafisika).
Comte bukan hanya melakukan penelitian-penelitian atas penjelasan-penjelasan yang perlu dirombak karena tidak sesuai dengan kaidah keilmiahan Comte tetapi layaknya filsuf lainnya, Comte selalu melakukan kontemplasi juga guna mendapatkan argumentasi-argumentasi yang menurutnya ilmiah. Dan, dari sini Comte mulai mengeluarkan agitasinya tentang ilmu pengetahuan positiv pada saat berdiskusi dengan kaum intelektual lainnya sekaligus     
Uji coba argumentasi atas mazhab yang sedang dikumandangkannya dengan gencar. Positivisme. Comte sendiri menciptakan kaidah ilmu pengetahuan baru ini bersandarkan pada teori-teori yang dikembangkan oleh Condorcet, De Bonald, Rousseau dan Plato, Comte memberikan  penghargaan yang tinggi terhadap ilmu pengetahuan yang lebih dulu timbul. Pengetahuan-pengetahuan yang sebelumnya bukan hanya berguna, tetapi merupakan suatu keharusan untuk diterima karena ilmu pengetahuan kekinian selalu bertumpu pada ilmu pengetahuan sebelumnya dalam sistem klasifikasinya.
Asumsi-asumsi ilmu pengetahuan positiv itu sendiri, antara lain : Pertama, ilmu pengetahuan harus bersifat obyektif (bebas nilai dan netral) seorang ilmuwan tidak boleh dipengaruhi oleh emosionalitasnya dalam melakukan observasi terhadap obyek yang sedang diteliti. Kedua, ilmu pengetahuan hanya berurusan dengan hal-hal yang berulang kali. Ketiga, ilmu pengetahuan menyoroti tentang fenomena atau kejadian alam dari mutualisma simbiosis dan antar relasinya dengan fenomena yang lain.
BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
1.      Auguste Comte dilahirkan di Mountpelier,  pada 19 Januari 1798. Dia keturunanbangsawan, dahulu comte sempat menjadi mahasiswa namun dia tidak mendapatkan Ijazah karena dia dikelurkan. Kemudian dia bekerjasama dengan Saint-Simont kemudian dia mendapat dorongan study filsafat oleh Saint-Simon  sehingga ia mampu menumbuhkan pemikiran filsafatnya. Dia memilki daya ingat yang luar biasa sehingga dia menulis buku dari hasil ingatannya.  Pada tahun 1842 ia menyelesaikan karya besarnya yang berjudul Course of Positive Philosophy dalam 6 jilid, dan juga karya besar yang cukup terkenal adalah System of Positive Politics. Dari karya System of positive politics ia mengusulkan adanya agama humanitas, yang sangat menekankan pentingnya sisi kemanusiaan dalam mencapai suatu masyarakat positifis. Pada tanggal 5 September 1857 comte meninggal dunia.
2.      Pada abab ke 19 muncul aliran filsafat positivisme, tokoh aliran ini adalah Auguste Comte. Aliran positivisme ini menolak adanya metafisika. Sebenarnya ada aliran yang sebelumnya menjadi sebab positivisme ini ada yaitu aliran empirisme dan Rasionalisme. Menurut Agus Comte, perkembangan pemikiran manusia baik perorangan maupun bangsa melalui tiga zaman: yaitu zaman theologies metafisis dan zaman positif. Asumsi-asumsi ilmu pengetahuan positiv itu ada 3 yang pertama ilmu itu harus bersifat objektif, yang kedua ilmu pengetahuan hanya berurusan dengan hal-hal yang berulang kali. Yang ketiga ilmu pengetahuan menyoroti tentang fenomena atau kejadian alam dari mutualisma simbiosis dan antar relasinya dengan fenomena yang lain
B.     Saran
Pemakalah menyadari bahwapenulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan maka dari itu pemakalah memohon saran yang bersifat konstruktif agar lebih baik dalam pembuatan makalah selanjutnya.


[1] George Ritzer-Douglas J. Goodman, Teori- Teori Sosiologi Modern, ( Jakarta: Prenada Media, 2004), hal. 18.
[2] Ibid,  hal. 18.
[3] Ibid, hal. 18
[4] Ahmad syadali, Mudzakir, filsafat Umum, (Bandung: Pustaka Setia, 2004), hal. 133
[5] Ibid, hal. 133
[6] Kaelan, Filsafat Bahasa, (Yogyakarta: Paradigma, 2002), hal, 76
 

0 komentar:

Posting Komentar