POSITIVISME AUGUSTE COMTE
A. Riwayat Hidup Auguste Comte
Auguste
Comte dilahirkan di Montpellier, Prancis 19 Januari tahun 1798, keluarganya
beragama khatolik dan berdarah bangsawan. Orang tuanya berstatus kelas menengah
dan ayahnya kemudian menjadi pejabat lokal kantor pajak. Meski tergolong cepat
menjadi mahasiswa dia tidak pernah mendapatkan Ijazah perguruan tinggi. Dalam
setiap kelasnya di Ecole polytecnique, Comte bersama seluruh kelasnya
dikeluarkan karena gagasan politik dan pemberontakan yang mereka lakukan.
Pemecatan ini berpengaruh buruk terhadap karir akademis comte. [1]
Comte
akhirnya memulia karir profesinalnya dengan memberi les privat bidang matematika.
Namun selain matematika ia juga tertarik memperhatikan masalah-masalah yang
berkaitan dengan masyarakat terutama minat ini tumbuh dengan suburnya setelah
ia berteman dengan Saint Simon yang mempekerjakan Comte sebagai sekretarisnya
pada tahun 1817. Comte dan Saint Simon bekerjasama selama beberapa tahun dan
comte merasa berutang budi dengan Saint Simon. Comte merasa berhutang budi
dengan Saint Simon : “ Aku secara Intelektual sangat berhutang budi kepada
Saint Simon…Ia memberikan dorongan sangat besar kepadaku dalam dunia Filsafat
yang memungkinkan diriku menciptakan pemikiran filsafatku sendiri dan yanga
akan aku ikuti dalam hidupku tanpa ragu.” Tetapi pada tahun 1824 keduanya
bersengketa karena comte yakin Saint simon menghapus namanya dari salah satu
karya sumbangannya. Comte kemudian menyuruti teman-temannya sambil menuduh
Saint-Simon bersifat “katastropik” dan melukiskan Saint-Simon sebagai “penyulap
besar” . Tahun 1852 Comte berkata tentang Saint Simon: “aku tak berhutang
apapun pada tokoh terkemuka itu.”[2]
Kehidupan ekonominya pas-pasan, hampir dapat
dipastikan hidupa dalam kemiskinan karena ia tidak pernah dibayar sebagaimana
mestinya dalam memberikan les privat, dimana pada waktu itu biaya pendidikan di
Prancis sangat mahal.
Comte
terkenal memilki daya ingat yang luar biasa berkat daya ingatnya yang seperti
fotografi itu ia mampu menceritakan
kembali kata-kata yang ditukis di satu halaman buku yang hanya sekali
saja dibaca. Kemampuan berkonsentarsinya sedemikian rupa sehingga ia mampu mengungkapkan
kseluruhan seluruh isi sebuah buku yang harus ditulisnya tanpa harus
menulisnya. Kuliahnya disajikan tanpa berbekal catatan. Bila ia duduk untuk
menulis buku, ia menuliskan dari segala ingatanya.[3]
Pada
tahun 1842 ia menyelesaikan karya besarnya yang berjudul Course of Positive Philosophy dalam
6 jilid, dan juga karya besar yang cukup terkenal adalah System of Positive Politics
yang merupakan persembahan Comte bagi pujaan hatinya Clothilde de Vaux, yang
begitu banyak mempengaruhi pemikiran Comte di karya besar keduanya itu. Dan
dari karyanya yang satu ini ia mengusulkan adanya agama humanitas, yang sangat
menekankan pentingnya sisi kemanusiaan dalam mencapai suatu masyarakat
positifis.
Comte
hidup pada masa akhir revolusi Prancis termasuk didalamnya serangkaian
pergolakan yang berkesinambungan sehingga Comte sangat menekankan arti
pentingnya Keteraturan Sosial.
Pada
5 September 1857 ia mengakhiri hidupnya dalam kesengsaraan dan kemiskinan namun
demikian namanya tetap kita kenang hingga sekarang karena kegemilangan pikiran
serta gagasannya Comte dan Positivisme’
B. Pemikiran Auguste Comte
Sebagai
tanda perkembangan ilmu pengetahuan modern pada abad ke 19 lahirlah aliran Filsafat ‘positivisme’. Titik tolak
pemikirannya, apa yang diketahuai adalah yang factual dan yang positif sehingga
metafisikanya ditolak. Secara etimologis positivisme berasal dari kata
‘positif’ yang secara harfiah berarti yang diketahui, yang factual dan empiris
bahkan dapat juga berarti teruji dan teramati. Sehingga pengaertian dari Positivisme
adalah aliran filsafat yang berpangkal dari fakta yang positif sesuatu yang
diluar fakta atau kenyataan yang dikesampingkan dalam pembicaraan filsafat dan
ilmu pengetahuan[4].
Comte
adalah tokoh aliran positivisme yang paling terkenal. Kamu positivis percaya
bahwa masyarakat merupakan bagian dari alam dimana metode-metode penelitian
empiris dapat dipergunakan untuk menemukan hukum-hukum sosial kemasyarakatan.
Aliran ini tentunya mendapat pengaruh dari kaum empiris dan mereka sangat
optimis dengan kemajuan dari revolusi Perancis.
Pendiri
filsafat positivis yang sesungguhnya adalah Henry de Saint Simon yang menjadi
guru sekaligus teman diskusi Comte. Menurut Simon untuk memahami sejarah orang
harus mencari hubungan sebab akibat, hukum-hukum yang menguasai proses
perubahan. Mengikuti pandangan 3 tahap dari Turgot, Simon juga merumuskan 3
tahap perkembangan masyarakat yaitu tahap Teologis, (periode feodalisme), tahap
metafisis (periode absolutisme dan tahap positif yang mendasari masyarakat
industri.
Comte
menuangkan gagasan positivisnya dalam bukunya the Course of Positivie Philosoph, yang
merupakan sebuah ensiklopedi mengenai evolusi filosofis dari semua ilmu dan
merupakan suatu pernyataan yang sistematis yang semuanya itu tewujud dalam
tahap akhir perkembangan. Perkembangan ini diletakkan dalam hubungan statika
dan dinamika, dimana statika yang dimaksud adalah kaitan organis antara
gejala-gejala ( diinspirasi dari de Bonald), sedangkan dinamika adalah urutan
gejala-gejala (diinspirasi dari filsafat sehjarah Condorcet).
Bagi
Comte untuk menciptakan masyarakat yang adil, diperlukan metode positif yang
kepastiannya tidak dapat digugat. Metode positif ini mempunyai 4 ciri, yaitu :
1.
Metode ini diarahkan pada
fakta-fakta
2.
Metode ini diarahkan pada
perbaikan terus meneurs dari syarat-syarat hidup
3.
Metode ini berusaha ke arah
kepastian
4.
Metode ini berusaha ke arah
kecermatan.
Metode
positif juga mempunyai sarana-sarana bantu yaitu pengamatan, perbandingan,
eksperimen dan metode historis. Tiga yang pertama itu biasa dilakukan dalam
ilmu-ilmu alam, tetapi metode historis khusus berlaku bagi masyarakat yaitu
untuk mengungkapkan hukum-hukum yang menguasai perkembangan gagasan-gagasan.
Tokoh aliran positivisme ini,
August Comte. Ia berpendapat bahwa
Indera sangat penting dalam memperoleh pengetahuan, tetapi harus dipertajam
dengan alat bantu dan diperkuat dengan eksperimen. Kekeliruan Indera akan dapat
dikoreksi lewat eksperimen. Eksperimen memerlukan ukuran-ukuran yang jelas.
Misalnya panas diukur dengan derajat panas, jauh diukur dengan meteran, berat
dengan kiloan dan sebagainya. Kita tidak cukup mengatakan api dengan kiloan,
dan sebagainya. Kita tidak cukup mengatakan api panas, matahari panas, kopi
panas, ketika panas. Kita tidak cukup mengatakan panas sekali, panas, tidak
panas. Kita memerlukan ukuran yang teliti. Dari sinilah kemajuan sain
benar-benar dimulai.
Jadi pada dasarnya positivisme
bukanlah suatu aliran yang khas berdiri sendiri. Ia hanya menyempurnakan Empirisme
dan Rasionalisme yang bekerja sama.[5]dengan
kata lain ia menyempurnakan metoda ilmiah( scientific method ) dengan
memasukan perlunya eksperimen dengan ukuran-ukuran. Jadi, pada dasarnya
positivisme itu sama dengan empirisme dan Rasionalisme. Hanya
saja pada Empirisme menerima pengalaman batiniah dan sedangkan pada
positivisme membatasi pada perjalanan objektif saja.
Menurut Agus Comte, perkembangan
pemikiran manusia baik perorangan maupun bangsa melalui tiga zaman: yaitu zaman
theologies metafisis dan zaman positif.
Pertama: zaman teologis,
zaman percaya dimana manusia percaya bahwa dibelakang gejala-gejala alam,
terdapat kuasa-kuasa adi kodrati yang mengatur fungsi dan gerak gejala-gejala
tersebut. Kekuasaan ini dianggap sebagai mahluk yang memilki rasio dan kehendak
seperti manusia, tetapi manusia percaya bahwa mereka berada pada tingkatan yang
lebih tinggi dibandingkan dengan mahluk-mahluk insani yang biasa. Zaman teologis ini dibagi menjadi tiga
periode yaitu
Periode pertama
dimana benda-benda dianggap berjiwa(animisme). Periode kedua manusia
pada dewa-dewa yang masing-masing mengusai satu dunianya sendiri-sendiri
misalnya, dewa laut, dewa gunung, dewa laut dan dewa matahari yang disebut
politeisme. Periode ketiga manusia percaya pada satu Allah sebagai Yang
Maha Kuasa(Monoteisme). Pada periode ketiga pada zaman teologis ini
merupakan taraf tertinggi manusia dalam memandang Tuhan.
Kedua zaman metafisis,
sifat yang khas pada zaman ini kekuatan
yang adikodrati diganti dengan ketentuan-ketentuan abstrak, seperti misalnya
“kodrat” dan “penyebab” . Konsep-konsep metafisika seperti substansi,
aksidensia dan lain sebagainya menjadi penting pada zaman ini. Metafisika
dijunjung tinggi pada zaman ini.
Ketiga zaman positif,
yaitu ketika orang tidak lagi berusaha mencapai pengetahuan tentang yang mutlak
baik teologis maupun metafisis. Sekarang orang yang berusaha mendapatkan
hukuman-hukuman dari fakta-fakta yang didapatinya dengan pengamatan dan
akalnya. Tujuan tertinggi dari zaman ini akan tercapai bilamana gejala-gejala
telah dapat disusun dan diatur dibawah satu fakta yang umum saja. Baru pada
zaman terakhir inilah manusia menghasilkan ilmu pengetahuan dalam arti yang
yang sebenarnya yang disebut ilmu pengetahuan modern.[6]
Dalam kaitanya dengan ilmu pengetahuan comte memberikan uraian-uraianya yang
kiranya sangat berpengaruh pada perkembangan ilmu pengetahuan pada abad ke XX.
Pemikiran positivisme ini
memberikan dasar pijak paham filsafat analitik terutama kelompok wina atau
kelompok kring wina yang menamakan dirinya sebagai paham positivism logis.
Seluruh pandangan positivisme diangkat oleh positivism logis hanya perbedaannya
positivism logis menekankan pada analisis konsep filosofis melalui bahasa serta
positivism logis lebih menekankan pada prinsip verifikasi.
Baik positivisme logis maupun
positivisme keduanya menolak dengan tegas tentang metafisika, bahkan
positivisme logis ingin menghilangkan metafisika. Dasar-dasar verifikasi,
pandangannya tentang ilmu pengetahuan dengan segala dasar epistimologinya dapat
dikatakan hampir keduanya memilih kebersamaan.
Hukum tiga tahab ini tidak hanya berlaku bagi
perkembangan rohani seluruh umat manusia, tetapi juga belaku bagi setiap
perorangan. Umpama sebagai kanak-kanak adalah seorang teolog, sebagai pemuda
menjadi metafisis, dan sebagai orang dewasa ia adalah seorang fisikus.
Urutan perkembangan Ilmu-ilmu
pengetahuan tersusun sedemikian rupa sehingga yang satu selalu mengandalkan
semua ilmu yang mendahuluinya. Dengan demikian comte menepatkan deretan ilmu
pengetahuan dengan urutan sebagai berikut: Ilmu pasti, astronomi, fisika,
kimia, biologi, dan sosiologi.
Mulailah
dapat disaksikan sekarang bintang keberuntungan Comte sebagai salah satu
manusia yang tercatat dalam narasi besar prosa kehidupan yang penuh
misteri, pemikiran brilian Comte mulai terajut menjadi suatu aliran pemikiran
yang baru dalam karya-karya filsafat yang tumbuh lebih dulu. Comte dengan
kesadaran penuh bahwa akal budi manusia terbatas, mencoba mengatasi dengan
membentuk ilmu pengetahuan yang berasumsi dasar pada persepsi dan
penyelidikan ilmiah. Tiga hal ini dapat menjadi ciri pengetahuan seperti apa
yang sedang Comte bangun, yaitu: 1.
Membenarkan dan menerima gejala empiris sebagai kenyataan, 2. Mengumpulkan dan
mengklasifikasikan gejala itu menurut hukum yang menguasai mereka, dan 3.
Memprediksikan fenomena-fenomena yang akan datang berdasarkan hukum-hukum
itu dan mengambil tindakan yang dirasa bermanfaat.
Keyakinan
dalam pengembangan yang dinamakannya positivisme semakin besar volumenya,
positivisme sendiri adalah faham filsafat, yang cenderung untuk membatasi
pengetahuan benar manusia kepada hal-hal yang dapat diperoleh dengan memakai
metoda ilmu pengetahuan. Disini Comte berusaha pengembangan kehidupan manusia
dengan menciptakan sejarah baru, merubah pemikiran-pemikiran yang sudah membudaya,
tumbuh dan berkembang pada masa sebelum Comte hadir. Comte mencoba dengan
keahlian berpikirnya untuk mendekonstruksi pemikiran yang sifatnya abstrak (teologis) maupun pemikiran yang pada
penjalasan-penjelasannya spekulatif (metafisika).
Comte
bukan hanya melakukan penelitian-penelitian atas penjelasan-penjelasan yang
perlu dirombak karena tidak sesuai dengan kaidah keilmiahan Comte tetapi
layaknya filsuf lainnya, Comte selalu melakukan kontemplasi juga guna
mendapatkan argumentasi-argumentasi yang menurutnya ilmiah. Dan, dari sini
Comte mulai mengeluarkan agitasinya tentang ilmu pengetahuan positiv pada saat
berdiskusi dengan kaum intelektual lainnya
sekaligus
Uji coba
argumentasi atas mazhab yang sedang dikumandangkannya dengan gencar.
Positivisme. Comte sendiri menciptakan kaidah ilmu pengetahuan baru ini
bersandarkan pada teori-teori yang dikembangkan oleh Condorcet, De Bonald, Rousseau
dan Plato, Comte memberikan penghargaan yang tinggi terhadap ilmu
pengetahuan yang lebih dulu timbul. Pengetahuan-pengetahuan yang sebelumnya
bukan hanya berguna, tetapi merupakan suatu keharusan untuk diterima karena
ilmu pengetahuan kekinian selalu bertumpu pada ilmu pengetahuan sebelumnya
dalam sistem klasifikasinya.
Asumsi-asumsi
ilmu pengetahuan positiv itu sendiri, antara lain : Pertama, ilmu pengetahuan
harus bersifat obyektif (bebas nilai dan netral) seorang ilmuwan tidak boleh
dipengaruhi oleh emosionalitasnya dalam melakukan observasi terhadap obyek yang
sedang diteliti. Kedua, ilmu pengetahuan hanya berurusan dengan hal-hal yang
berulang kali. Ketiga, ilmu pengetahuan menyoroti tentang fenomena atau
kejadian alam dari mutualisma simbiosis dan antar relasinya dengan fenomena
yang lain.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Auguste Comte dilahirkan di
Mountpelier, pada 19 Januari 1798. Dia
keturunanbangsawan, dahulu comte sempat menjadi mahasiswa namun dia tidak
mendapatkan Ijazah karena dia dikelurkan. Kemudian dia bekerjasama dengan
Saint-Simont kemudian dia mendapat dorongan study filsafat oleh Saint-Simon sehingga ia mampu menumbuhkan pemikiran
filsafatnya. Dia memilki daya ingat yang luar biasa sehingga dia menulis buku
dari hasil ingatannya. Pada tahun 1842
ia menyelesaikan karya besarnya yang berjudul Course
of Positive Philosophy dalam 6 jilid, dan juga
karya besar yang cukup terkenal adalah System
of Positive Politics. Dari karya System of positive politics ia
mengusulkan adanya agama humanitas, yang sangat menekankan pentingnya sisi
kemanusiaan dalam mencapai suatu masyarakat positifis. Pada tanggal 5 September
1857 comte meninggal dunia.
2. Pada abab ke
19 muncul aliran filsafat positivisme, tokoh aliran ini adalah Auguste Comte.
Aliran positivisme ini menolak adanya metafisika. Sebenarnya ada aliran yang
sebelumnya menjadi sebab positivisme ini ada yaitu aliran empirisme dan
Rasionalisme. Menurut Agus Comte, perkembangan
pemikiran manusia baik perorangan maupun bangsa melalui tiga zaman: yaitu zaman
theologies metafisis dan zaman positif. Asumsi-asumsi ilmu pengetahuan positiv
itu ada 3 yang pertama ilmu itu harus bersifat objektif, yang kedua ilmu
pengetahuan hanya berurusan dengan hal-hal yang berulang kali. Yang ketiga ilmu
pengetahuan menyoroti tentang fenomena atau kejadian alam dari mutualisma
simbiosis dan antar relasinya dengan fenomena yang lain
B. Saran
Pemakalah menyadari bahwapenulisan makalah ini
masih jauh dari kesempurnaan maka dari itu pemakalah memohon saran yang
bersifat konstruktif agar lebih baik dalam pembuatan makalah selanjutnya.
[1] George Ritzer-Douglas J. Goodman, Teori- Teori Sosiologi Modern,
( Jakarta: Prenada Media, 2004), hal. 18.
[2] Ibid, hal. 18.
[3] Ibid, hal. 18
[4] Ahmad syadali, Mudzakir, filsafat Umum, (Bandung: Pustaka
Setia, 2004), hal. 133
[5] Ibid, hal. 133
[6] Kaelan, Filsafat Bahasa, (Yogyakarta: Paradigma, 2002), hal,
76
0 komentar:
Posting Komentar